MAKALAH
MACAM – MACAM AIR
Dosen Pembimbing : SUPARMAN, ARS.
M.Pd.I
![]() |
OLEH :
NAMA :
Mursyidah
SEMESTER : III
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thaharah menduduki
masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah,
ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah utama
mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila
ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah,
maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.
Perhatian Islam atas dua
jenis kesucian baik jasmani maupun rohani merupakan bukti otentik tentang
konsistensi Islam atas kesucian dan kebersihan. Dan bahwa Islam adalah peri
hidup yang paling unggul dalam urusan keindahan dan kebersihan.
Allah SWT telah memuji
orang-orang yang selalu menjaga kesucian di dalam Al-Quran Al-Kariem.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang membersihan diri. (QS.
Al-Baqarah : 222).
لاَ تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى
مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ
يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Di dalamnya ada
orang-orang yang suka membersihkan diri dan Allah menyukai orang yang
membersihkan diri. (QS. An-Taubah : 108)
Sosok pribadi muslim
sejati adalah orang yang bisa menjadi teladan dan idola dalam arti yang positif
di tengah manusia dalam hal kesucian dan kebersihan. Baik kesucian zahir maupun
maupun batin.
Oleh karena itu, kami
memandang perlu untuk menyusun sebuah makalah yang membahas tentang air,
macam-macamnya serta dalil-dalilnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Macam-macam Air
Air yang dapat digunakan
secara sah atau benar dalam bersuci ada 7 macam, yaitu:
1. Air hujan
Air hujan yang turun dari
langit hukumnya adalah suci. Bisa digunakan untuk berwudhu, mandi atau
membersihkan najis pada suatu benda.
Meski pun di zaman
sekarang ini air hujan sudah banyak tercemar dan mengandung asam yang tinggi,
namun hukumnya tidak berubah, sebab kerusakan pada air hujan diakibatkan oleh
polusi dan pencemaran ulah tangan manusia dan zat-zat yang mencemarinya itu
bukan termasuk najis.
Ketika air dari bumi menguap
naik ke langit, maka sebenarnya uap atau titik-titik air itu bersih dan suci.
Meskipun sumbernya dari air yang tercemar, kotor atau najis. Tentang sucinya
air hujan dan fungsinya untuk mensucikan, Allah SWT telah berfirman :
إِذْ يُغَشِّيكُمُ
النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى
قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأَقْدَامَ
Ketika Allah menjadikan
kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu
dan mesmperteguh dengannya telapak kaki. (QS. Al-Anfal : 11)
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ
رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
Dia lah yang meniupkan
angin pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya ; dan Kami
turunkan dari langit air yang amat bersih. (QS. Al-Furqan : 48).
2. Air laut atau air
asin
Air laut adalah air yang
suci dan juga mensucikan. Sehingga boleh digunakan untuk berwudhu, mandi
janabah ataupun untuk membersihkan diri dari buang kotoran (istinja’). Termasuk
juga untuk mensucikan barang, badan dan pakaian yang terkena najis.
Meski pun rasa air laut
itu asin karena kandungan garamnya yang tinggi, namun hukumnya sama dengan air
hujan, air embun atau pun salju. Bisa digunakan untuk mensucikan. Sebelumnya
para shahabat Rasulullah SAW tidak mengetahui hukum air laut itu, sehingga
ketika ada dari mereka yang berlayar di tengah laut dan bekal air yang mereka
bawa hanya cukup untuk keperluan minum, mereka berijtihad untuk berwudhu`
menggunakan air laut.
Sesampainya kembali ke
daratan, mereka langsung bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hukum
menggunakan air laut sebagai media untuk berwudhu`. Lalu Rasulullah SAW
menjawab bahwa air laut
عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَأَلَ رَجُلٌ
رَسُوْلَ اللهِ s فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا نَرْكَبُ البَحْرَ
وَنَحْمِلُ مَعَنَا القَلِيْلَ مِنَ المَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ
عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ بمِاَءِ البَحْرِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله عليه وسلم : هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الحِلُّ مَيْتَتُهُ
رواه الخمسة .
Dari Abi Hurairah ra
bahwa ada seorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Ya Rasulullah, kami mengaruhi
lautan dan hanya membawa sedikit air. Kalau kami gunakan untuk berwudhu,
pastilah kami kehausan. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut ?`. Rasulullah
SAW menjawab,`(Laut) itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR. Abu Daud 83,
At-Tirmizi 79, Ibnu Majah 386, An-Nasai 59, Malik 1/22).
Hadits ini sekaligus juga
menjelaskan bahwa hewan laut juga halal dimakan, dan kalau mati menjadi
bangkai, bangkainya tetap suci.
3. Air sungai
Sedangkan air sungai itu
pada dasarnya suci, karena dianggap sama karakternya dengan air sumur atau mata
air. Sejak dahuu umat Islam terbiasa mandi, wudhu` atau membersihkan najis
termasuk beristinja’ dengan air sungai.
Namun seiring dengan
terjadinya perusakan lingkungan yang tidak terbentung lagi, terutama di
kota-kota besar, air sungai itu tercemar berat dengan limbah beracun yang meski
secara hukum barangkali tidak mengandung najis, namun air yang tercemar dengan
logam berat itu sangat membahayakan kesehatan.
Maka sebaiknya kita tidak
menggunakan air itu karena memberikan madharat yang lebih besar. Selain itu
seringkali air itu sangat tercemar berat dengan limbah ternak, limbah WC atau
bahkan orang-orang buang hajat di dalam sungai. Sehingga lama-kelamaan air sungai
berubah warna, bau dan rasanya. Maka bisa jadi air itu menjadi najis meski
jumlahnya banyak.
4. Air sumur
Air sumur, mata air dan
dan air sungai adalah air yang suci dan mensucikan. Sebab air itu keluar dari
tanah yang telah melakukan pensucian. Kita bisa memanfaatkan air-air itu untuk
wudhu, mandi atau mensucikan diri, pakaian dan barang dari najis.
Dalil tentang sucinya air
sumur atau mata air adalah hadits tentang sumur Budha`ah yang terletak di kota
Madinah.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ قَالَ : قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَتَوَضَّأُ مِنْ
بِئْرِ بُضَاعَةَ وَهِيَ بِئْرٌ يُلْقَى فِيهَا الْحِيَضُ وَلُحُومُ الْكِلابِ
وَالنَّتْنُ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ s : الْمَاءُ طَهُورٌ لاَ يُنَجِّسُهُ
شَيْءٌ . رَوَاهُ أَحْمَدَ وَأَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ
Dari Abi Said Al-Khudhri
ra berkata bahwa seorang bertanya,`Ya Rasulullah, Apakah kami boleh berwudhu`
dari sumur Budho`ah?, padahal sumur itu yang digunakan oleh wanita yang haidh,
dibuang ke dalamnya daging anjing dan benda yang busuk. Rasulullah SAW
menjawab,`Air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu`. (HR. Ahmad, Abu
Dawud dan Tirmidzi)
5. Air sumber (Mata Air)
Air sumber adalah air
yang bersumber dari mata air, hukumya suci dan mensucikan. Air zam-zam adalah
mata air yang tidak pernah kering. Mata air itu terletak beberapa meter di
samping ka`bah sebagai semua sumber mata air pertama di kota Mekkah, sejak
zaman Nabi Ismail alaihissalam dan ibunya pertama kali menjejakkan kaki di
wilayah itu.
Bolehnya air zam-zam
untuk digunakan bersuci atau berwudhu, ada sebuah hadits Rasulullah SAW dari
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
ثُمَّ أَفَاضَ رَسُولُ اللَّهِ فَدَعَا بِسِجْلٍ مِنْ مَاءِ
زَمْزَمَ فَشَرِبَ مِنْهُ وَتَوَضَّأ
Dari Ali bin Abi thalib ra bahwa Rasulullah SAW meminta seember
penuh air zam-zam. Beliau meminumnya dan juga menggunakannya untuk berwudhu`.
(HR. Ahmad).
6. Air es atau salju
Salju sebenarnya hampir
sama dengan hujan, yaitu sama-sama air yang turun dari langit. Hanya saja
kondisi suhu udara yang membuatnya menjadi butir-butir salju yang intinya
adalah air juga namun membeku dan jatuh sebagai salju.
Hukumnya tentu saja sama
dengan hukum air hujan, sebab keduanya mengalami proses yang mirip kecuali pada
bentuk akhirnya saja. Seorang muslim bisa menggunakan salju yang turun dari
langit atau salju yang sudah ada di tanah sebagai media untuk bersuci, baik
wudhu`, mandi atau lainnya.
Tentu saja harus
diperhatikan suhunya agar tidak menjadi sumber penyakit. Ada hadits Rasulullah
SAW yang menjelaskan tentang kedudukan salju, kesuciannya dan juga fungsinya
sebagai media mensucian. Di dalam doa iftitah setiap shalat, salah satu
versinya menyebutkan bahwa kita meminta kepada Allah SWT agar disucikan dari
dosa dengan air, salju dan embun.
اللَّهُمَّ بَاعِدْ
بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَا كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ ،
اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَاطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ مِنَ الدَّنَسِ ،
اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطاَيَا بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ
Dari Abi Hurairah ra
bahwa Rasulullah SAW bersabda ketika ditanya bacaan apa yang diucapkannya
antara takbir dan al-fatihah, beliau menjawab,"Aku membaca,"Ya Allah,
Jauhkan aku dari kesalahn-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara
Timur dan Barat. Ya Allah, sucikan aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana
pakaian dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari
kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun". (HR. Bukhari 744,
Muslim 597, Abu Daud 781 dan Nasai 60)
7. Air embun
Embun juga bagian dari
air yang turun dari langit, meski bukan berbentuk air hujan yang turun deras.
Embun lebih merupakan tetes-tetes air yang akan terlihat banyak di hamparan
kedaunan pada pagi hari. Maka tetes embun yang ada pada dedaunan atau pada
barang yang suci, bisa digunakan untuk mensucikan, baik untuk berwudhu, mandi,
atau menghilangkan najis.
1. Air mutlak
Air mutlak, yaitu air
yang keberadaannya suci (eksistensinya) dan dapat dipakai untuk bersuci, serta
dapat menyucikan benda-benda lainnya, tanpa adanya qayid atau ikatan yang
tetap, dan berakibat menimbulkan bahaya adanya qayid yang pecah, misalnya air
sumur yang keberadaanya mutlak (sucinya).
2. Air Musyammas
Air suci yang menyucikan,
tetapi makruh pemakaiannya kalau kalau digunakan untuk menyucikan badan dan
tidak makruh untuk menyucikan pakaian, yaitu “Al-Maaul musyammas”, air panas
akibat sinar matahari. Menurut syara’:” ketetapan makruh itu pada dasarnya
untuk memelihara kesehatan manusia semata karena air panas akibat sinar
matahari yang mengenai bajana yang terbuat dari logam selain emas dan perak
adalah berbahaya.” Berbeda jika air tersebut menjadi dingin kembali, maka
hukumnya tidak makruh apabila digunakan untuk bersuci.
Hukum air ini untuk
digunakan berthaharah menjadi khilaf di kalangan ulama
3. Air Musta’mal
Air suci, tidak bisa
dipakai untuk bersuci, dan tidak pula menyucikan disebut air musta’mal, artinya
air yang telah dipakai untuk bersuci, misalnya air yang pernah digunakan untuk
menghilangkan hadas atau najis kalau tidak berubah, atau tidak bertambah dari
keadaan semula, setelah diperkirakan adanya sebagian air tersebut yang meresap
pada benda yang dicuci.
Air sisa bekas cuci
tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi janabah,
statusnya tetap air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak
disebut sebagai air musta’mal, karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi
janabah.
Lalu bagaimana hukum
menggunakan air musta'mal ini? Masih bolehkah sisa air yang sudah digunakan
utuk berwudhu atau mandi janabah digunakan lagi untuk wudhu atau mandi janabah?
Dalam hal ini memang para
ulama berbeda pendapat, apakah air musta’mal itu boleh digunakan lagi untuk
berwudhu’ dan mandi janabah?
Perbedaan pendapat itu
dipicu dari perbedaan nash dari Rasulullah SAW yang kita terima dari Rasulullah
SAW. Beberapa nash hadits itu antara lain :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ض قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ s لا
يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِي اَلْمَاءِ اَلدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ أَخْرَجَهُ
مُسْلِمٌ.
Dari Abi Hurairah ra
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah sekali-kali seorang kamu mandi
di air yang diam dalam keadaan junub. (HR. Muslim)[15]
وَلِلْبُخَارِيِّ: لا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي اَلْمَاءِ
اَلدَّائِمِ اَلَّذِي لا يَجْرِي, ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ وَلِمُسْلِمٍ:
"مِنْهُ “
”Janganlah sekali-kali
seorang kamu kencing di air yang diam tidak mengalir, kemudian dia mandi di
dalam air itu”.[16] Riwayat Muslim,”Mandi dari air itu”.[17]
وَعَنْ رَجُلٍ صَحِبَ اَلنَّبِيَّ ص قَالَ: نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ
s أن تَغْتَسِلَ اَلْمَرْأَةُ بِفَضْلِ اَلرَّجُلِ أَوْ اَلرَّجُلُ بِفَضْلِ
اَلْمَرْأَةِ وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا- َخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ. وَالنَّسَائِيُّ
Dari seseorang yang
menjadi shahabat nabi SAW berkata,”Rasululllah SAW melarang seorang wanita
mandi janabah dengan air bekas mandi janabah laki-laki. Dan melarang laki-laki
mandi janabah dengan air bekas mandi janabah perempuan. Hendaklah mereka
masing-masing menciduk air. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)[18]
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ
اَلنَّبِيَّ s كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا
أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Ibnu Abbas ra bahwa
Nabi SAW pernah mandi dengan air bekas Maimunah ra. (HR. Muslim)[19]
Namun kalau kita telliti
lebih dalam, ternyata pengertian musta’mal di antara fuqaha’ mazhab masih
terdapat variasi perbedaan.
4. Air najis (mutanajis)
ada dua macam, yaitu:
- Air yang kurang dari dua kulah
yang kemasukan najis, baik air itu keadaannya berubah atau tidak (hukumnya
tetap najis).
- Kecuali najis yang ma’fu, misalnya
berupa bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir, baik ketika dibunuh
atau dipotong anggota tubuhnya, seperti semut, lalat, dan lain-lain.
Dengan catatan tiada unsure kesengajaan menjatuhkan bangkai ke dalam air
itu berubah, maka air tetap suci. Demikian pula najis yang tidak nyata,
tidak terlihat oleh mata telanjang, dan tidak menyebabkan air itu najis
dan banyak lagi contoh serupa yang dipaparkan secara luas dalam kitab
tentang air suci.
- Air yang memenuhi ukuran dua kulah
atau lebih karena kejatuhan atau kemasukan najis, baik sedikit atau
banyak. Air yang memenuhi ukuran dua kulah menurut ukuran diperkirakan 500
kati bagdad menurut pendapat yang benar atau 10 blek minyak tanah.
Sedangkan menurut imam
nawawi ukuran 1 kati bagdad itu seharga 7 dirham.
Penulis tidak membahas
air suci yang haram, seperti air yang dipakai untuk berwudhu yang diperoleh dengan
cara ghashab; atau air persediaan minum para musafir yang ada dipinggir jalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Air yang dapat digunakan
secara sah atau benar dalam bersuci ada 7 macam, yaitu: air hujan, air laut
atau air asin, air sungai, air sumur, air sumber, air es atau salju, dan
air embun.
Tetapi kalau dilihat
kenyataan yang ada, air-air tersebut dibagi menjadi 4 macam:
- Air mutlak, yaitu air yang
keberadaannya suci (eksistensinya) dan dapat dipakai untuk bersuci, serta
dapat menyucikan benda-benda lainnya,
- Air suci yang menyucikan, tetapi
makruh pemakaiannya kalau kalau digunakan untuk menyucikan badan dan tidak
makruh untuk menyucikan pakaian, yaitu “Al-Maaul musyammas”, air panas
akibat sinar matahari.
- Air suci, tidak bisa dipakai untuk
bersuci, dan tidak pula menyucikan disebut air musta’mal.
- Air najis (mutanajis) ada dua
macam, yaitu: air yang terkena najis.
B. Saran
Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun besar harapan
penulis agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Husni, Taqiyudin Abu
Bakar bin Muhammad Al Husaini, Kifayatul Akhyar Fi Halli Ghoyati Ikhtishor,
Damaskus: Darul Basya'ir, 2001.
An-Nawawi , Imam Abu
Zakariya Muhyiddin bin Syarof, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab Lis-Syirozi Juz
1, Jeddah -Arab Saudi: Maktabah Al-Irsyad
Sarwat, Ahmad, Fiqh
Thaharah, Bandung: DU CENTER, 2009
Syaikh Muhammad bin Qosim
Al-Qhozi, Fathul Qorib, Surabaya: Nurul Huda, 2006.
Syaikh Muwafiquddin Ibnu
Qudamah, Al-Mughni jilid 1, Turki: Dar Alamul Kutub, 1997.
http://www.lidwa.com/app/
aplikasi kita Online
Asy-Syarhush-shaghir
jilid 1
Kasysyaf al-Qinna' jilid
1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar