Angels Blog

Welcome To Uwie Blog....

Kamis, 17 Maret 2011

dalam Mihrab cinta


Nama  : Zuliana Sari Safitri
Kelas  : X-1
No.Ab : 29


DALAM MIHRAB CINTA

Kisah perempuan yang hidup berkecukupan, sukses, memiliki pekerjaan yang terhormat dan bisa dibanggakan sebut saja dia “Zahrana” bagaimana tidak dia mampu meraih gelar “Master Teknik”dari sebuah institute teknologi paling bergengsi di Negara ini.
Namun dibalik kesuksesannya ada satu hal yang dia tangisi setiap malam, setiap kali bermunajat kepada sang pencitpa siang dan malam ia menangisi takdirnya yang belum juga berubah yaitu takdir dia sebagai “perawan tua” yang belum juga berubah yaitu takdir sebagai perawan tua yang belum juga mendapatkan jodohnya.
Terkadang dia menyalahkan diri sendiri karena tidak menikah ketika masih duduk di S1 dahulu? Ketika itu padahal ada laki-laki yang mati-matian mencintainya sejak duduk di bangku kuliah, laki-laki itu mengajak menikah namun dia menolak karena laki-laki itu tidak cerdas dan tipe lelaki kerdil.
Diapun menyadari dulu banyak mutiara yang datang kepadanya, dia tolak tanpa pertimbangan dan sekarang hanyalah bebatuan dan sampah yang datang dan membuatnya menderita batin cukup dalam.
Umurnya sudah tak muda lagi sudah tiga puluh empat tahun (34th) hari ini ia kembali diuji  seseorang akan datang kepada orang tuanya untuk meminangnya sebut saja namanya pak H. Sukarman, M.Sc Dekan Fakultas Teknik orang nomer satu di tempat Zahrana mengajar, duda umur lima puluh lima tahun (55th) materi tak usah ditanya perempuan itu pun bingung untuk memutuskan.
Zahranapun berbicara kepada kedua orang tuanya ia meminta kepada mereka pengertiannya jika ia nanti mengambil keputusan yang mungkin tidak melegakan mereka berdua, kedua orang tuanya pun pasrah dalam kekecewan, tapi mereka tetap berharap akan terjadi hal yang membahagiakan.
Zahrana pun tidak asal menikah, karena menikah adalah ibadah  bukan asal-asalan, harus dikuati benar syarat, rukunnya meskipun ia tahu ia sudah jadi prawan tua yang sangat terlambat menikah dan akhirnya menolak pinangan pak Karman dan pak Karman pun marah, sakit hati, dan kecewa sampai pak Karman mencaci maki Zahrana, dan Zahrana pun berniat meminta maaf dan mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai dosen pengajar.
Dari pada ia dikeluarkan dengan tidak hormat oleh pak karman, orang nomer satu di fakultas tempat ia mengajar. Dan zahrana pun mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai dosen pengajar. Dan Zahranapun tidak membutuhkan waktu yang lama baginya untuk mendapatkan pekerjaan dari temannya yang mendapatkan informasi bahwa STM Al-Fattah Meranggen Demak sedang membutuhkan guru baru yang profesional untuk mendongkrak prestasi sekolah, iapun mengajukan lamaran dan hari itu juga ia diterima, meskipun ia telah memiliki pekerjaan baru namun cobaan itu masih mendatanginya, bagaimana tidak ia sering mendapat sms cacimaki yang isinya tentang menjelek-jelekkan Zahrana sebagai perawan tua yang tak laku-laku dan tidak disangka dia menerima surat dari teman mengajar/dosen isi surat yaitu mengajak Zahrana menikah menjadi istri yang ke-2nya, Zahrana menolak tepatnya tidak mau dimadu.
Bumi terus berputar pada porosnya, hari berganti bulan, hampir 6 bulan ia mengajar di STM, namun masalah utamanya belum selesai, ia juga belum mendapatkan jodohnya.
Lamaran silir berganti yang semuanya di tolak Zahrana dan membuat ibunya sempat marah iapun menangis dipangkuan ibunya, dan meminta maaf jika belum bisa menjadi anak yang belum bisa membahagiakan orang tuanya, ibunya akhirnya luluh dalam tangis dan ayahnya melihat hal itu juga ikut menangis, sambil mengusap air mata Zahrana berkata kepada ayahnya, saya akan sowan ke tempat Bu Nyai dan Pak Kyai secepatnya untuk menanyakan pujaan hati.
Keesokannya ia nekat menghadap pak Kyai dan Bu Nyai, kedatangannya diterima bu Nyai dengan wajah menyejukkan, Zahrana pun menceritakan kepada bu Nya apa maksud kedatangannya, oh baiklah kalau begitu besok kamu telepon aku ya, nanti malam aku akan rembugan dengan pak Kyai. Jawab Nyai.
Esoknya Zahrana masuk kelas untuk mengajar, tiba-tiba kepala sekolah memanggilnya Zahranapun bertanya dalam hati lalu Zahranapun mendatangi ruang kepala sekolah untuk menanyakan kenapa dia dipanggil pagi-pagi ternyata kepala sekolah mendapat telepon dari bu Nyai beliau meminta Zahrana menghadap beliau sekarang juga, Zahranapun mengerti maksud bu Nyai memanggilnya.
Nyai berkata begini anakku pak Kyai mempunyai seseorang santri yang sudah 3 tahun meninggalkan pesantren ini  ia dulu sangat diandalkan oleh pak Kya namanya Rahmad, ia dari keluarga pas-pasan pekerjaannya sekarang jualan kerupuk ia duda tanpa anak istrinya meninggal karena penyakit demam berdarah.
Itulah informasi yang bisa saya sampaikan musyawarahkan dengan kedua orang tuam dan kerjakanlah shalat Istiharah jika kamu ingin dan tertarik.
Sampai di rumahnya ia mengajak musyawarah ayah dan ibunya dan ia mulai mantap, mantap sudah hatinya, mantapnya sudah bulat untuk semakin memantapkan iapun shalat istikharah.
Setelah istikharah mantapnya semakin besar, iapun menelepon bu Nyai dan menjelaskan kemantapannya, namun si penjual kerupuk itu justru tidak mau ia minder dan lain sebagainya, setiap malam dan siang ia selalu di depan pintu rumahnya menanti kedatangan penjual kerupuk itu datang dan tidak di sangka penjual kerupuk itu datang melewati rumahnya. Zahranapun mengejar si penjual kerupuk itu dan iapun saling berkenalan dan 1 minggu kemudian dua keluarga itu dipertemukan untuk membicarakan pernikahan mereka, dalam waktu relatif singkat undangan pernikahannya tersebar semua temannya diundang tanpa terkecuali, hari pernikahan Zahranapun semakin dekat hatinya berbunga-bunga besok acara pernikahan itu berlangsung. Setelah shalat Isya ia langsung tidur agar besok ia benar-benar fresh dan segar. Tiba-tiba jam setengah tiga ia dibangunkan oleh sahabatnya ia kaget karena ada keributan, iapun bertanya dengan sahabatnya apa yang terjadi dan ia menjawab Rahmat telah tiada ia meninggal dunia ditabrak kereta api. Mendengar itu Zahranapun menjerit histeris semua membisu, semua larut dalam kesedihan.
Ternyata tidak sampai disitu, tanpa sepengetahuannya dirumah terjadi masalah kedua, ayahnya yang lemah telah rentang, tidak kuat menahan tekanan batin ia terkena serangan jantung, dan tidak tertolong nyawanya, hari itu ia meninggal menyusul calon menantunya.
Entah kenapa firasat Zarana terus mengatakan  bahwa pak Karman ada dibalik kematian calon suaminya karena seseorang tidak rela Zahrana menikah dengan orang lain hanya pak Karman.
Ingin Zahrana melapor pada polisi namun Zahrana tidak memiliki bukti dan Zahrana hanya dapat merelakan semua ini.
Hari terus berganti, waktu terus berputar saat Zahrana pulang mengajar ia terkejut sebab ada mobil sedan tepat di depan rumahnya, iapun menduga-duga. Setelah masuk ia tahu kalau yang datang ternyata bu dokter Zulaikah, ibunya Hasan anak didik Zahrana di Fakultas Teknik Jawa Tengah di Semarang dan mereka pun bercakapan, ibu Zul konsultasi dengan bu Zahrana dua hari yang lalu Hasan minta nikah calon yang diajukan Hasan adalah bu Zahrana, Zahranapun kaget saya bu? Zahrana bingung harus menjawab apa, Zahrana diam ia tidak tahu harus ia putuskan. Ia tetap diam, namun saat bu Zul pamit berdiri mengikuti bu Zul dan Zahrana menerima lamaran itu, tetapi ada syaratnya Akhad nikahnya nanti malam ba’da shalat Tarawih di masjid biar disaksikan seluruh jamaah masjid. Bu Zul pun menerima syarat yang diberikan Zahrana dan ibu Zul pulang.
Setelah shalat Magrib Zahrana mendapat telepon dari Hasan, Bu Zahrana ini Hasan saya setuju dengan syarat ibu, ibu siapkan wali dan saksinya. Saya akan siapkan maharnya dan penghulunya.
Dan pada malam kedua di bulan suci Ramadan apa yang diharapkan Zahrana terjadi, Akhad nikah itu terjadi malam itu Zahrana sangat bahagia, Zahana menunaikan sebagai seorang istri yang sudah ia tunggu-tunggu bersama seorang suami, kebahagiaan Zahrana malam itu mengapus semua derita yang dialaminya selama ini.

Malam itu benar-benar malam kesaksian cinta yang didendangkan Allah.
Subhanallah wal hamdulillah walailahaa illa llahu wallaahu akbar.



Penulis,
Tahun 2007
Habiburrahman El Shirazy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar