Tugas Meringkas Novel
MUKJIZAT CINTA
By :
Giskania Srinita
Kelas :X1
No :
11
Ke tanah Samarinda
Hembusan angin pagi yang sejuk menerpa dinding kapal,melintas jendela
besi tak berdaun terus mendarat di wajahku, aku sedang bersandar di dinding
pembatas dek lima
bagian depan. selesai sholat subuh di mushola kapal yang berada di dek kapal
yang paling atas.aku langsung turun ke dek lima dan mengamati laut bebas yang terhampar di depan ku,ketika matahari mulai
terbit dari peraduanyadi ufuk timur,membiaskan cahaya kemerahan menembus di
dalam laut biru,yang kemudian di pantulkan kemega raga,
Di sisi lain rombongan bangau putih membelah awan tuk mencari makan di
tempat yang lebih subur,meeka seakan tau kalau setiap pagi allah memberikan
rezeki kepada hambanya namun banyak hambanya yang enggan bangun lebih pagi
untuk mencri rezeki itu,rezeki itu datang bila di cari tidak mungkin ada
langsung di hadapan kita, ibarat berlian itu tidaklah di peroleh dengan di
taburkan tuhan dari langit melainkan ada di dalam tananh yang berlumpur di
balik batu besar yang keras yang hrus di hancurkan setelah di pukul berkali
kali.
Memang manusia makhluk yang aneh banyak harapan malas berusaha sehingga
allah dan sekaligus mengancam dengan ayatnya “lana syakaratum la azalianakum
walain kaffarun inna adzabilla syadid”(jika kamu bersyukur atas nikmat ku maka
pasti lah aku akan tambahkan,dan jika kamu ingkar azabku sangat pedih)sudah
Lama aku ingin ke tanah Samarinda namun baru tahun ini baru bisa terpenuhi kalau bukan karna kabar sakitnya sahabatku Syamsul
mungkin selamanya aku tidak bisa
menginjak kan kaki ku di tanah kutai.
Syamsul ……dia sudah lama tidak pulang ketanah Bugis aku dan Syamsul bersahabat sejak lama sejak tamat sekolah
dasar dan Masuk pesantren,sebenarnya kami berasal dari daerah yang berbeda
namun karna kehendak tuhan kami dapat dipertemukan dan merasa sangat cocok.
Waktu itu kami masuk pesantren
yang sama di (DDI) Mangakaso Kabupaten Barru Sulawesi Selatan yang tersohor
alumninya pintar-pintar, cakap dan tanggap. Sebelum menjadi murid di sana atau tingkat Tsanawiyah atau Aisyah kami harus mengikuti kelas Pamena dan Ahkirnya
di sana aku
berjumpa dengan Syamsul waktu itu aku di
kelas IA dan Syamsul di kelas A6. itu
berawallah persahabatan kami sampai berlanjut, tingat Tsanawiyah dan
bersama-sama melanjutkan pendidikan ke Fakultas Ushuludin Universitas Al-Azhar
Kairo Mesir.
Syamsul bukan dari keluarga yang
berada dia anak keempat dari delapan bersaudara namun semua saudaranya telah menuntaskan studynya walaupun ayahnya
hanyalah seorang pensiunan guru SD yang tidak begitu besar jumlahnya.
Dan akhirnya setelah dia tamat studynya, dan atas kepercayaan dari
pamannya ia dinikahkan dengan putrinya dan diberi modal untuk membuka usaha
jual beli emas. Setelah maju pesat dan membuka cabang di beberapa daerah di Kalimantan.
Meskipun usahanya maju pesat ia tidak pernah sombong dan sangat di segani
oleh orang banyak.
Setelah aku tiba di tanah Samarinda aku sangat bingung karena di sini aku
tidak mengenal siapapun. Bagaikan orang asing
yang tersesat di negeri orang saat itu aku dipanggil oleh seorang
laki-laki, maaf apakah ini bapak Afdal, ia betul, syukurlah pak saya supir
bapak Syamsul yang disuruh untuk menjemput bapak.
Dalam hatiku alhamdulillah aku tidak perlu untuk bertanya-tanya kepada
orang lain. Ternyata Syamsul sudah menyiapkan ini semua secara matang-matang
sekali.
Setelah itu aku naik mobil dan saat ingin keluar dari tempat parkir
sangat susah karena saat itu parkiran penuh
sesak di kelilingi lautan manusia yang sedang bertransmigrasi , akhirnya
setelah menempuh waktu yang sangat berat akhirnya kami dapat keluar dari
parkiran dermaga.
Dan akhirnya aku sampailah di rumah sahabatku Syamsul. Tiba-tiba datang
dek Fatma, eh bang Syamsul akhirnya mau datang juga ke sini bang, silahkan
masuk bang. Dek Fatma dengan basa basi mempersilahkan aku masuk.
Saat melangkah kakiku ke dalam rumahnya itu, perasaanku takjub
menyelimuti hatiku, aku seperti di dalam mahligai di mana dindingnya dihiasi
ayat-ayat al-Qur’an. Dinding-dinding rumah itu bercat putih bersih tampak
hidup. Tulisan kaligrafi al-Qur’an yang dituangkan di atas kertas papyrus Mesir
tergantung di setiap sudut rumah itu. Bahkan kembang plafon yang melingkari
besi penggantung lampu kristal.
Fatma langsung mengantarkan ku ke kamar yang telah disediakan. Maaf dek
abang tidak membawa oleh-oleh apa-apa soalnya Syamsul menyuruhku cepat ke sini
sambil berusaha menutupi rasa bersalahku.
Tidak apa-apa bang, kedatangan abang Afdal sudah lebih dari segalanya.
Mendengar kata-kata Fatma membuat jantungku berdesir dan bertanya-tanya dalam
hati. Apa yang diinginkan Syamsul padaku sehingga aku yang dipanggilnya dahulu
daripada anak-anak dan saudaranya.
Dek Fatma, saya langsung saja ke rumah sakit ya , aku tiba-tiba ingin
cepat-cepat bertemu sahabatku Syamsul. Aku sangat merindukannya.
Iya deh, terserah bang Afdal saja. Nanti saya minta Adi untuk mengantar.
Saya sebentar menyusul, saya masuk dulu. Kata Fatma setuju setelah membersihkan
badan dan ganti baju dan pamit. Aku
berangkat ke rumah sakit tanpa membawa apa-apa
kecuali hatiku yang dipenuhi kasing sayang dan kerinduan yang sangat
dalam.
Setelah menempuh perjalanan yang begitu jauh aku akhirnya sampai juga di
rumah sakit A. Wahab Syahrani tempat Syamsul di rawat. Rumah sakit ini begitu
mewah dan menakjubkan hatiku.
Namun seindah dan sebagus apapun sebuah rumah sakit tidak ada seorangpun yang
mau di rawat di sini. Ungkapku tiba-tiba muncul begitu saja.
Aku bagaikan pemburu yang sedang mencari mangsa, aku langsung bergegas
masuk ke dalam kamar Syamsul.
Tampaklah oleh seorang yang aku kenal sedang berbaring di atas ranjang.
Aku lalu duduk di sampingnya dan memandangnya dengan puas untuk mengobati rasa
rinduku padanya.
Tiba-tiba dia menggerakkan tangannya dengan yang mata yang masih tertutu
sepertinya ia sedang mencari-cari sesuatu. Aku yang mengetahui hal itu langsung
mengambilkan tasbihnya.
Rupanya reaksi itu memancingnya untuk membuka mata. A … a … Afdal ???
hanya itu yang terucap dari bibirnya seolah tidak menyangka aku berada di sini
perasaannya bercampur kaget, gembira dan tak percaya bercampur menjadi satu.
Air matanya mengalir, sementara itu mulutnya terucap lafal-lafal suci
Allah lalu kami berpelukan untuk melepaskan rindu kami.
Doa Dalam Cinta
Selama ini ternyata Syamsul tidak pernah mencintai dek Fatma ia hanya
terpaksa karena didesak oleh pamannya.
Sikap Syamsul terhadap dek Fatma sangat dingin, egois dan selalu mencari
kesalahan dek Fatma. Karena menurut dia Fatma tidaklah sempurna seperti yang
dia inginkan.
Setelah Syamsul sering sakit-sakitan dek Fatma yang merawatnya dengan
penuh keikhlasan, tidak ada rasa dendam maupun benci di wajahnya. Akhirnya
Syamsul sadar semua itu, akhirnya ia bisa mencinta dek Fatma dengan segala
kekurangannya. Dan akhirnya mereka bisa hidup bahagia selamanya dan mereka
mendapatkan “Mukjizat Cinta”
Selesai
Penulis,
Muhammad Masykur A. R
Tahun 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar